Suatu waktu di tengah kemelut akibat Gestapu 1965, Bung Karno duduk di depan Istana Negara. Pikirannya menerawang, ada satu soal yang belum ia selesaikan. "Membangun Djakarta". Dulu pemerintahan Hindia Belanda sudah membangun sebuah kota model kolonial yang terbaik sedunia, Bandung namanya. Kota Bandung pernah dipamerkan dalam Pameran Kota-Kota Kolonial di Paris sekitar tahun 1920-an sebagai kota paling cantik yang dibangun pada permulaan abad 20. Bung Karno berpikir, ia ingin Djakarta menjadi Jiwa dari bangsa Indonesia, kota yang teratur tapi dinamis. Kota yang menjadi poros revolusi struktur masyarakat Indonesia. Inti dari Revolusi Sukarno adalah kemandirian, Mandiri total sebagai bangsa. Dengan mandiri maka sebuah bangsa akan membangun kebudayaaannya sendiri, membangun ekonomi kerakyatannya sendiri dan membangun karakter yang kuat.
Bung Karno memang terpukau dengan kota-kota di Negara Komunis yang disana sini banyak monumen, tapi Bung Karno juga sedari muda jatuh cinta dengan kota-kota di Amerika Serikat, saat ia berkunjung ke AS ia minta diantar untuk melihat taman-taman kota, pusat-pusat seni dan yang paling favorit bagi Bung besar ini adalah 'mengunjungi museum'. Bung Karno melihat ada dua fungsi dalam sebuah kota. Jiwa yaitu Monumen yang merupakan petilasan akan kenangan perjalanan hidup sebuah bangsa dan Gedung yang merupakan fungsi ruang bagi sebuah warga kota bergerak. Monumen dan Gedung akan selalu menjadi paralel dalam pembangunan kota impian bagi Bung Karno. "Djakarta ini sebuah kampung besar, sebuah big village dan Djakarta dalam cepat harus dibangun sebagai kota Internasional..
Esok paginya, Bung Karno memanggil beberapa stafnya termasuk Waperdam Leimena. "Coba sodorkan aku beberapa nama untuk pimpin ini kota Djakarta..!" perintah Bung Karno. Salah seorang menyebut Henk Ngantung, Bung Karno terdiam 'Henk itu susah, dia dijepit posisinya...dan
Pada tanggal 28 April 1966, di Istana Negara Bung Karno melantik Ali Sadikin. Bung Karno berpidato dalam pelantikan Ali ini dengan penuh semangat, matanya menyala-nyala, ia gembira melihat salah satu pemuda Indonesia akan memimpin sebuah kota. Ali Sadikin tampak seolah-olah bayangan kecil Bung Karno. "Ali kamu akan memimpin kota, itu bukan pekerjaan gampang, tetapi Insya Allah doe je best, agar engkau dalam memegang kegubernuran Djakarta Raya sekian tahun lagi orang masih mengingat, die heeft Ali Sadikin Gedaan - Inilah perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau punya pekerjaan" Tutup Pidato Bung Karno. Dan Bung Karno pun maju menyematkan tanda jabatan kegubernuran, tinggal Ali Sadikin yang pusing bukan maen.
Bagaimana tidak, ia mewarisi satu sistem pemerintahan daerah yang tidak teratur. Administrasinya
Suatu waktu di tahun 1969, Ali pernah melihat Bung Karno secara sepintas dan Ali menangis. Ia melihat Bung Karno yang dirusak kesehatannya oleh tentara-tentara
Suatu waktu Ali Sadikin menyetir sendiri mobilnya ke kantor Gubernuran. Ali biasa berangkat jam 5.30 pagi, ia sengaja melihat seisi kota. Ali senang incognito jalan-jalan ke pasar untuk melihat stok sayuran di Djakarta, mengontrol selokan dan sudetan kali. Di satu tempat dekat Pasar Santa Kebayoran Baru ia melihat segerombolan orang bermain gaple. .."Teng" ia mendapat ilham. Ia berputar-putar sejenak di dalam kota Djakarta dan berpikiran tentang judi ini. Sesampainya di kantor ia berteriak dan memanggil staf-nya. "Hai, coba kau cari peraturan tentang judi". Setelah stafnya mengambil data peraturan Ali baru tau ternyata Pemda bisa mengambil pajak dari judi lewat peraturan daerah no.11 tahun 1957. "Kamu, panggil Pak Djumatidjin, ke ruangan saya" Djumatidjin adalah pegawai senior di Pemda DKI. "Pak Djum, apa bisa Pemda DKI narik itu uang judi buat pajek?" kata Ali sambil tangannya mendekap dada, matanya melebar."Bisa Pak, dasar aturannya ada". Lalu Ali berkata singkat "Saya perintahkan adakan judi legal dan dipajekin. Hasilnya buat saya bikin ini Djakarta baik..laksanaka
Dan dengan cepat tindakan Ali ini mendapat sambutan para jago judi se Djakarta terutama Cina-cina yang suka sekali dengan judi. Kasino banyak dibentuk, pajak judi terus mengalir ke Kas Pemda. Ledakan kas luar biasa. Tapi Ali bukanlah jenis pejabat korup, ia berbakti pada tugasnya. Uang Judi itu ia arahkan ke pos-pos pembangunan infrastruktur, sekolah-sekolah
Di satu waktu Ali disidang oleh anggota DPRD terhadap dana judi. Dengan lantang Ali berkata pada mereka :"Oke Saudara-saudara
Tahun 1974 kepopuleran Ali sudah mencapai puncak. Ada dua rivaal Suharto saat itu, Jenderal KKO Ali Sadikin dan Jenderal Mitro Gendut, Jenderal Mitro sempat menegur Ali "Pak Ali, saya tidak mau ambil pusing berita soal bapak digadang-gadang
Ali Sadikin maju terus, proyek Taman Mini ali oke..Ali juga memanggil Ciputra dan berkata "Pak Tji, saya mau itu Ancol jadi pantai mirip Ipanema atau Copacabana.." Ciputra tertawa dan berkata "segera pak" PT Jaya yang merupakan pelaksana proyek dari proyek2 Pemda melaksanakan dengan cepat.
Ali Sadikin sudah mengajarkan pada kita tentang makna sebuah kota. Kota harus menjadi ruang gerak yang dinamis bagi penduduknya, ia menjadi pusat ekonomi tapi juga harus punya jiwa. Kota adalah ruang terbuka, ia ruang publik dan disitulah nafas harus dihirup sepuas-puasnya.
Kini Djakarta tumbuh tanpa konsep, setelah Ali disingkirkan dan dijadikan warga negara kelas dua karena keterlibatannya
Bahkan ada seorang Gubernur Jakarta yang berkata "Kita kekurangan Mall" Pusat-pusat perbelanjaan macam Mall mewah harus dibangun seribu lokasi lagi.
Padahal Ali Sadikin membangun pasar tanah abang, yang dibangun adalah ekonomi rakyat, bukan ekonomi elite. Yang dibangun adalah infrastruktur untuk rakyat bukan kepuasan elite, ruang terbuka mustinya dibangun untuk kecerdasan bukan melatih ketumpulan warga kota. Kini warga kota Djakarta seakan dikelilingi tembok kapitalis, tidak ada ruang yang nyaman yang bisa dimasuki tanpa harus membayar. Kota kita adalah kota dimana uang menjadi Tuhan dan manusia terbudaki karenanya...Kot
(Ditulis oleh : Anton DH Nugrahanto, 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar